POLITIK
ETIS
Politik Etis atau Etihsche Politiek
merupakan kebijakan pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20. Kebijakan
ini diambil setelah pidato yang dilakukan oleh Ratu Belanda yaitu Ratu
Wilhelmina pada tahunn 1901, yang mengumumkan “sebagai kekuatan kristen belanda
wajib melakukan kebijakan pemerintah di Hindia dengan kesadaran bahwa Belanda
memiliki kewajiban moral kepada rakyat di wilayah-wilayah tersebut”.
Ratu belanda membuat pernyataan seprti di
atas karena pada tahun 1870an di Eropa sudah berkembang sistem politik dan
ekonomi Liberal. Jadi gaya penjajahan belanda yang diterapkan di Indonesia
sudah usang dan tidak lagi sesuai dengan perkembangan yang berlaku pada masa
tersebut. Oleh karena itu, pemerintah kolonial menerapkan politik balas budi
terhadap Indonesia, karena Indonesia dianggap telah mensejahtrakan kehidupan
negara Belanda, yang dimulai dengan memeberikan bantuan sebesar 40juta gulden
kepada Indonesia.
Latar Belakang Politik
Etis
1. Pelaksanaan
sistem Tanam Paksa. Tanam paksa merupakan kebijakan yang sangat menguntungkan
bagi Belanda, tetapi dilain pihak menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat
Indonesia.
2.
Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia.
Meskipun diterapkan ekonomi liberal di Indonesia tetapi tidak merubah nasib
rakyat Indonesia.
3.
Upaya belanda untuk memperkokoh
pertahanan negara jajahan dilakukan dengan cara penekanan dan penindasan
terhadap rakyat.
4.
Rakyat banyak kehilangan hak miliknya
yaitu tanah, bahkan industri rakyat pun terdesak.
5.
Adanya kritik golongan intelektual dari
kalangan Belanda sendiri.
Tokoh-tokoh pencetus
politik Etis
1. Van
kol. Ia merupakan juru bicara golongan sosialis. Ia mengkritik belanda dengan
menjelaskand keadaan yang serba merosot di Indonesia. Terlebih karena adanya
Politik Drainage (penghisapan) kekayaan Indonesia oleh Belanda.
2.
Van Deventer. Dalam artikelnya yang
berjudul “hutang kehormatan” tahun 1899. Van Deventer menyebutkan bahwa jutaan
gulden yang diambil Belanda dari Indonesia harus dikembalikan sebagai hutang
kehormatan dengan cara :
a. Irigasi
(pengairan)
b. Emigrasi
(perpindahan penduduk)
c. Edukasi
(pendidikan)
Tiga
hal tadi lebih sering disebut Trilogi Vand Deventer, yang merupakan titik utama
dijalankannya Politik Etis.
3. De
Wall. Ia memperhitungkan bahwa sejak zaman VOC sampai tahun 1884, rakyat
Indonesia berhak mendapatkan 528 juta gulden dari Belanda, dan apabila dengan
bunganya menjadi 1585 juta gulden.
4. Baron
Van Hoevell. Ia merupakan pendeta protestan dan ia amemperjuangkan rakyat
Indonesia di Parlemen Belanda.
Pelaksanaan Politik
Etis.
Sejak tahun 1901 pemerintah kolonial
mulai sedikit memperhatikan kehidupan rakyat indonesia. Hal ini terlihat dari
beberapa hal yang dilakukan pada masa politik etis.
1. Adanya
desentralisasi
2.
Pembentukan Dewan Rakyat (Volksraad)
3.
Pembangunan irigasi untuk menunjang
kebutuhan pertanian. Irigasi yang dibangun tahun 1914 seluas 93.000 bau.
4.
Emigrasi penduduk jawa ke luar jawa.
5.
Edukasi. Didirikan sekolah oleh
pemerintah belanda. Misalnya :
a. Sekolah
Kelas 1 untuk anak pegawai negeri, orang berkedudukan, dan orang kaya
b. Sekolah
kelas 2 untuk anak pribumi pada umumnya
c. OSVIA
sekolah pamong praja, STOVIA sekolah dokter, sekolah guru.
d. Perbaikan
kesehatan dan penanggulangan penyakit.
Kegagalan Politik Etis
Secara umum politik etis mengalami
kegagalan. Itu karena beberapa faktor :
1. Tingkat
kesejahteraan rakyat Indonesia masih rendah
2.
Hanya sebagian kecil rakyat pribumi yang
dapat sekolah. Sekolah kelas 2 yang di bangun nyaris tidak berfungsi
3.
Tujuan belanda mendirikan sekolah adalah
untuk mendapatkan pegawai-pegawai yang dapat dibayar murah.
Menumbuhkan Semangat
Nasionalisme
Politik etis yang pernah diterapkan
Belanda, meskipun mengalami kegagalan tetapi secara tidak langsung mempengaruhi
tingkat pertumbuhan golongan intelektual dari kalangan rakyat Indonesia. Karena
banyak tokoh-tokoh pergerakan Indonesia merupakan anak-anak orang terkemuka di
Indonesia pada masa itu, dan mereka mampu mengenyam pendidikan dengan baik, dan
mmenjadikan mereka tidak hanya orang-orang pintar tetapi juga tercerahkan untuk
membawa Indonesia merdeka. Golongan intelektual itu tidak hanya patuh nurut
kepada belanda, karena banyak diantara mereka yang sekolah sampai ke negeri
Belanda, jadi mereka sadr kalau Belanda pun merupakan negara yang pernah di
jajah. Oleh karena itu, timbul semangat dari para golongan Intelektual
Indonesia itu untuk membantu rakyat pribumi kebanyakan agar dapat memperoleh
pendidikan.
Misalnya Ki Hajar Dewantara seorang
tokoh yang banyak mendirikan sekolah swasta (partikelir) untuk rakyat Indonesia.
Dr Wahidin dan Supomo mendirikan Boedi Oetomo. Tiga serangkai mendirikan
Indische Partij. H. Ahmad Dahlan beliau mendirikan pendidikan Muhammadiyah
untuk rakyat pribumi. Maka dari situlah muncul golongan-golongan Intelektual
yang sadar akan pentingnya pendidikan untuk semua. Singkat kata orang-orang
yang sekolah di kelas 1 atau di sekolah OSVIA dan STOVIA mereka mempergunakan
ilmunya untuk membantu dan menumbuhkan nasionalisme bangsa Indonesia. Bukan untuk
menjadi budak-budak kolonialisme Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar