Kamis, 25 Februari 2010

BELAJAR DARI CHINA , BAGAIMANA CHINA MEREBUT PELUANG DALAM ERA GLOBALISASI

BELAJAR DARI CHINA , BAGAIMANA CHINA MEREBUT PELUANG DALAM ERA GLOBALISASI

Pada era globalisasi ini, suatu negara dituntut untuk dapat menguasai teknologi, mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam hal ekonomi dan pasar, serta rakyat yang memilki tingkat pengetahuan yang tinggi akan IPTEK dan modernisasi. China sekarang merupakan salah satu negara yang berhasil dalam era globalisasi ini, China tumbuh menjadi negara yang menunjukan peningkatan ekonomi yang di atas rata-rata, mampu bertahan dari goncangan krisis ekonomi dunia pada akhir abad ke 20. China mampu menjadi seperti sekarang karena beberapa faktor, yang paling utama yang di bahas di dalam buku karangan I Wibowo adalah China mampu memanfaatkan peluang. Tetapi faktor-faktor seperti aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya juga memiliki peranan yang sangat penting dalam kemajuan China.
Jika kita buat periode perkembangan China dari awal tahun terbentuknya sampai China menjadi raksasa dunia kita bisa bagi menjadi tiga periode. Pertama, China tahun 1949-1958. Kedua, China periode 1958-1978. Ketiga, China periode 1978-sekarang. China periode pertama merupakan China pada awal berdirinya, pada periode ini China masih menjadi sebuah negara yang kental dengan komunismenya, semua aspek kehidupan bernegara diatur oleh komunisme, dengan Mao Zedong sebagai pemimpinnya. Pada masa ini China mencoba untuk meningkatkan ekonominya misalnya dengan membuat kebijakan Lompatan Jauh Kedepan, tetapi gagal. Pada periode kedua, karena kegagalan demi kegagalan pada kebijakan dalam usaha meningkatkan ekonomi China, maka timbul dua golongan dalam China yaitu Pragmatis dengan Dogmatis. Kedua golongan ini berbeda dalam menafsirkan komunisme China yang tentunya berimplikasi pada pengambilan kebijakan untuk memajukan ekonomi. Pada periode yang ketiga merupakan batu loncatan China menjadi sebuah negara seperti sekarang. “Kemenangan” kelompok pragmatis mengakibatkan titik tolak reformasi China yang nantinya mengakibatkan kemajuan China dalam bidang ekonomi.
China sebelum tahun 1978 merupakan sebuah negara dengan dogma-dogma komunis sangat melekat pada kehidupan bernegara, PKC merupakan sebuah partai tunggal dengan kongresnya sebagai penentu arah kebijakan China. Hal ini berlangsung selama 30 tahun lebih. Tetapi pada tahun 1978 setelah tokoh-tokoh penting golongan dogmatis wafat, dogma-dogma komunisme yang kental seakan menguap begitu saja. Akhirnya timbul sebuah reformasi, perubahan dari dogmatis ke arah pragmatis. Dengan banyaknya tokoh dari golongan pragmatis dalam pemerintahan, maka sedikit demi sedikit China berubah. Misalnya sudah adanya musyawarah, adanya Dewan Perwakilan Rakyat yang disebut Kongres Rakyat, tidak ada lagi kekerasan dalam pergantian pemimpin.
Dua tokoh yang memiliki peranan dalam perkembangan ekonomi China adalah Jiang Jemin (Presiden) dan Zhu Rongji (Perdana Mentri). Jiang Jemin dan Zhu Rongji ini, merupakan dua orang yang memperkenalkan sistem ekonomi pasar. Sistem ekonomi pasar merupakan sistem ekonomi yang memperbolehkan adanya kebebasan individu, negara hanya jadi kontrol untuk setiap kegiatan ekonomi, sistem ekonomi yang digunakan pada negara-negara kapitalis. China merupakan sebuah negara komunisme, tetapi menerapkan sistem ekonomi yang bertentangan dengan dogma-dogma komunisme. Tetapi hal ini merupakan titik tolak kemajuan China. China tumbuh menjadi sebuah rakssa ekonomi, dengan pendapatan perkapita sama dengan negara-negara Uni Eropa, dan pertumbuhan ekonomi yang diatas rata-rata. Tetapi faktor keberhasilan ini karena, kedua tokoh tadi mempelajari kegagalan dari kapitalisme dalam menerapkan sistem ekonomi pasar, dan hal itu diperbaiki dengan menggunakan dogma komunisme, misalnya negara memegang kontrol penuh terhadap kegiatan ekonomi, dan karena partai tunggal maka sedikit sekali terjadi konflik.
Pada awal abad ke-21 Jiang Jemin dan Zhu Rongji j mendukung China masuk kedalam WTO (World Trade Organitation) pada tanggal 17 September 2001. Dengan China menjadi anggota WTO maka China bisa semakin mengembangkan perekonomian, dan lebih memudahkan untuk menjual segala hasil industrinya. China juga dapat meningkatkan pendapatan, meningkatkan industrialisasi, meningkatkan ekspor China. Tetapi konskwensinya China harus ikut dalam sistem perdagangan bebas. Tetapi dengan adanya PKC sebagai “”penjaga idiologi” megakibatkan China tetap memegang tegus idiologi komunisme dan tetap menerapkannya sebagai didiologi negara.
Jika kita melihat dari perjalanan China dari masa ke masa, kita dapat melihat sebuah perjalanan yang tidak lah mudah, dari awal terbentuk China mengalami serangkaian konflik dan kegagalan sebuah kebijakan ekonomi yang justru menghancurkan negara itu. Tetapi karena sebuah keberanian dalam mengambil kebijakan yang dianggap “bertentangan” maka China dapat keluar dari krisis yang membelenggu selama tiga puluh tahun lebih. Karena sistem ekonominya, China tumbuh menjadi sebuah raksasa ekonomi asia dan menjadi negara maju di asia bahkan dunia hanya dalam kurun waktu 31 tahun (setelah tahun 1978). Hal ini didukung karena sistem politik China yang memakai partai tunggal sehingga mudah mengkontrol dan sedikit terjadi konflik. Dari aspek sosial, jumlah rakyat China yang 1,3 Milyar penduduk menguntungkan China dari segi tenaga kerja, dan rakyat China memiliki etos kerja yang tinggi. Dari aspek Budaya, sejak ribuan tahun yang lalu China mengenal konsep Yin dan Yang yang artinya memadukan dua hal yang berbeda untuk kemajuan negara/kehidupan, hal ini diaplikasikan dengan memadukan komunisme dengan kapitalis untuk kemajuan ekonomi China. Dan yang tidak kalah penting juga China memiliki “Production Culture” yaitu budaya untuk menciptakan, China tidak hanya menjadi “bangsa penikmat” tetapi juga berusaha untuk menciptakan dan membuat modivikasi terhadap barang yang sudah ada. Hal ini juga membuat China menjadi negara produsen barang elektronik yang telah dimodivikasi. Hal ini tentunya perlu ditiru oleh semua negara agar ekonomi maju.
Jika kita bandingkan dengan Indonesia, Indonesia pada awal kemerdekaan juga telah beberapa kali juga gagal dalam melaksanakan kebijakan ekonomi, dan juga mengalami pergantian sistem ekonomi. Dari ekonomi terpusat sampai ekonomi pasar pernah di anut oleh Indonesia, tetapi hal ini tidak dapat memajukan ekonomi Indonesia secara signifikan. Hal ini karena Indonesia juga merubah sistem politiknya (tidak seperti China yang tetap komunis), dan konflik internal merupakan kondisi yang membuat Indonesia kacau. Reformasi yang dilakukan pada tahun 1998 tidak lah merubah sebuah kemajuan dalam bidang politik ataupun ekonomi, masyarakat Indonesia tidak memiliki “production culture” seperti China, masyarakat Indonesia hanya sebagai masyarakat penikmat saja. Jadi sudah sepatutnya kita belajar dari China, bukan meniru apa yang dilakukan oleh China dari segi kebijakan, tetapi meniru bagaimana bisa memanfaatkan peluang dalam era globalisasi ini, sehingga dapat memajukan ekonomi Indonesia.

1 komentar:

  1. Hi Saya Libby,

    Apakah saya bisa dapat informasi untuk mendapatkan buku ini.
    thanks

    CP.
    Libreny Riyusdha
    Library of Congress Office, Southeast Asia
    Embassy of the United States of America
    Jl. HOS Cokroaminoto 65, Menteng
    Jakarta 10350 Indonesia
    Tel.: +62-21-314-4944; 31934236
    Fax: +62-21-314-4945
    HP: 083899749346
    E-mail: libreny@locjkt.or.id
    Website: http://www.locjkt.or.id

    BalasHapus