Kamis, 18 Agustus 2011

CHINA ABAD 21

Hubungan Amerika Serikat dengan Cina Sebagai “Musuh Baru”
1. Hubungan Cina dengan Amerika Serikat
Republik Rakyat Cina mempertahankan hubungan diplomatik dengan hampir seluruh negara di dunia, namun menetapkan syarat bahwa negara-negara yang ingin menjalin kerjasama diplomatik dengannya harus menyetujui klaim Cina terhadap Taiwan dan memutuskan hubungan resmi dengan pemerintah Republik Cina.
Bulan Februari tahun 1972, Presiden Amerika Serikat ketika itu, Richard Nixon berkunjung ke Cina. Cina dan Amerika Serikat mengeluarkan Komunike Bersama Cina - Amerika Serikat (Komunike Shanghai), itu menandakan keadaan saling mengucilkan antara Cina dan Amerika Serikat selama lebih 20 tahun telah berakhir. Tanggal 16 Desember tahun 1978, Cina dan Amerika Serikat mengeluarkan Komunike Bersama Cina – Amerika Serikat Mengenai Penggalangan Hubungan Diplomatik. Tanggal 1 Januari tahun 1979, kedua negara secara resmi menggalangkan hubungan diplomatik tingkat duta besar. Tanggal 17 Agustus tahun 1982, Cina dan Amerika Serikat mengeluarkan Komunite 17 Agustus, yang menetapkan penyelesaian secara bertahap sampai penyelesaian definitif penjualan senjata kepada Taiwan oleh Amerika Serikat.
Bulan Januari tahun 1984, Perdana Menteri Cina berkunjung ke Amerika Serikat, bulan April Presiden Amerika Serikat Ronald Reagen berkunjung ke Tiongkok. Bulan Juli tahun 1985, Presiden Cina Li Xiannian berkunjung ke Amerika Serikat. Ini adalah kunjungan pertama pemimpin Cina ke Amerika Serikat.
Sejak tanggal 25 Juni sampai tanggal 3 Juli tahun 1998, atas undangan Presiden Jiang Zemin, Presiden Amerika Bill Clinton mengadakan kunjungan kenegaraan terhadap Tiongkok. Presiden Jiang Zemin mengadakan pembicaraaan dengan Presiden Clinton, kedua pihak menyetujui bahwa Tiongkok dan Amerika meningkatkan lebih lanjut dialog dan kerja sama dalam masalah internasional penting. Kedua pihak menyetujui terus berupaya bersama untuk mempercepat langkah menuju target pembinaan kemitraan strategis yang konstruktif Tiongkok-Amerika pada abad ke-21. Kedua pihak memutuskan, senjata nuklir strategis yang dikontrol masing-masing tidak boleh dibidikkan kepada sasaran pihak lain; kedua pihak menyetujui meningkatkan lebih lanjut dialog strategis di bidang ekonomi dan moneter, serta memberi sumbangan positif untuk mendorong perkembangan baik ekonomi dunia dan moneter internasional.
Tanggal 1 Januari tahun 1999, Presiden Jiang Zemin dan Presiden Bill Clinton saling mengirim kawat ucapan selamat berkenaan dengan genap 20 tahun digalangkannya hubungan diplomatik Tiongkok-Amerika. Sejak tanggal 6 sampai 14 April tahun itu juga, Perdana Menteri Tiongkok Zhu Rongji mengadakan kunjungan resmi terhadap Amerika. Ini adalah kunjungan pertama Perdana Menteri Tiongkok ke Amerika selama 15 tahun ini.
Hubungan Cina-Amerika telah dirusak beberapa kali dalam beberapa dekade terakhir abad ke-20. Titik-titik permasalahan Tanggal 8 Mei tahun 1999, pukul 5:45 menit waktu Beijing, 5 rudal yang masing berbobot 900 kg diluncurkan pasukan Nato dengan dipimpin Amerika Serikat menghancurkan Kedutaan Besar Tiongkok untuk Yugoslavia, dan mengakibatkan 3 wartawan Tiongkok tewas dan 20 staf Kedubes Tiongkok luka-luka, gedung kedutaan mengalami kerusakan serius. Amerika Serikat yang enggan bertanggung jawab atas kejadian yang disifatinya sebagai 'bencana' itu mengatakan bahwa hal itu adalah kesalahan menggunakan peta lama yang memberi maklumat tidak betul tentang kedudukan bangunan itu sebagai pangkalan senjata pemerintahan Yugoslavia. Pemerintah RRC tidak puas dengan penjelasan ini dan mendakwa bahwa hal itu sengaja dilakukan.
Pada bulan April tahun 2001 pula, kapal terbang pengintip milik Amerika bernama EP-3E Aries II yang berada di atas pulau Hainan di Cina bertemu dengan pesawat jet Cina yang memperhatikan gerak-gerinya. Pesawat Cina terkait terhempas dan pemandunya terbunuh saat kapal pengintip AS terpaksa mengadakan pendaratan darurat di pulau Hainan.

2. Kebangkitan Cina
Setelah Perang Dunia II, Perang Saudara Cina antara Partai Komunis Cina dan Kuomintang berakhir pada 1949 dengan pihak komunis mengasai Cina Daratan dan Kuomintang menguasai Taiwan dan beberapa pulau-pulau lepas pantai di Fujian. Pada 1 Oktober 1949, Mao Zedong memproklamasikan Republik Rakyat Cina dan mendirikan sebuah negara komunis. Pada masa kepemimpinan Mao Zedong terdapat beberapa kebijakan diantaranya lompatan jauh ke depan dengan revolusi kebudayaan, yang semuanya ditujukan untuk memajukan perekonoman China, tetapi gagal. Namun perkembangan Cina pasca Mao merupakan titik tolak kemajuan perekonomian Cina, dan hubungannya dengan negara-negara Barat khususnya dengan Amerika Serikat.
Fenomena kebangkitan Cina ini merupakan hasil langsung dari proses modernisasi yang dijalankan oleh pemerintah Cina pasca-Mao Zedong sejak tahun 1979. Secara ekonomi, meskipun idiologi Cina adalah Komunisme, tetapi system ekonomi Cina Pasca-Mao adalah semi Kapitalis yaitu :
- Menjalankan politik Modernisasi Sosialis yang dilakukan oleh Deng Xiao Ping, yaitu memasukan modal-modal dari negara-negara liberal.
- Meningkatkan ekonomi pasar bebas.
Cina telah menjadi raksasa yang sangat impresif, yang dalam waktu tidak terlalu lama diperkirakan akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua setelah AS, melampau Jepang dan Eropa. Kemajuan ekonomi ini memungkinkan RRC untuk mengalokasikan sebagian dari kekayaannya itu untuk memodernisasi dan membangun kekuatan militer. Pada saat yang sama, semakin pentingnya RRC secara ekonomi dan militer memberi ruang bagi Beijing untuk memperkuat posisi diplomatik dan pengaruhnya di kawasan. Semuanya ini berpotensi melahirkan sebuah pergeseran kekuatan yang terpenting sejak Perang Dunia II, dengan segala kemungkinan implikasinya baik yang positif maupun negatif. Akibatnya, kawasan Asia Timur dihadapkan pada persoalan klasik dalam hubungan internasional, yakni bagaimana merespon dan mengelola kelahiran kekuatan baru. Dan, sebagai superpower tunggal, AS merupakan negara yang paling terganggu oleh persoalan klasik ini. Rasa terganggu ini disebabkan oleh karena kepentingan strategis utama Washington di Asia Timur sekarang dan dimasa mendatang akan tetap terfokus pada pemeliharaan dominasi dan keutamaan AS dalam konstelasi politik global.
Namun, kebangkitan Cina diperkirakan akan menjadi isu yang paling signifikan bagi masa depan posisi AS dalam percaturan politik global dan regional. Tantangan strategis terbesar yang dihadapi AS adalah bagaimana merespon dan mengakomodasikan kebangkitan Cina sehingga negara ini dapat menjadi aktor dan mitra yang baik dalam menjamin stabilitas kawasan, namun pada saat yang sama, ketidakpastian ini melahirkan strategi AS yang kerap disebut sebagai strategic hedging. Melalui strategi ini, AS bermaksud untuk membuka peluang bagi dirinya dalam mempertahankan hubungan ekonomi yang menguntungkan dengan RRC, sambil menangani ketidakpastian dan meningkatnya kerisauan di bidang keamananan yang ditimbulkan oleh kebangkitan Cina. Peningkatan hubungan AS dengan negara-negara sekutu maupun dengan negara - negara yang dianggap bersahabat di berbagai kawasan merupakan bagian terpenting dari strategi hedging ini.
Dalam konstelasi demikian, memang masih sulit dan terlalu dini untuk memastikan bentuk akhir dari proses transformasi tata regional yang sedang terjadi sekarang ini. Meskipun struktur politik global masih didominasi oleh berkelanjutannya keutamaan AS, tantangan dan pengaruh calon adidaya baru (RRC) dan mandan adidaya (Rusia) tidak dapat diabaikan begitu saja. Struktur dan konstelasi politik global dimasa mendatang akan diwarnai oleh upaya masing-masing pihak untuk melanggengkan struktur yang ada (khususnya bagi AS) dan menciptakan keseimbangan baru (khususnya bagi RRC, Rusia dan mungkin juga India).
3. Konspirasi dibalik Jama’ah Islamiyah
Isu terorisme yang melanda Asia Tenggara merupakan isu yang sering mencuat pada waktu-waktu sekarang ini. Pasca peristiwa 911, Amerika Serikat mengklaim bahwa dalang dari segala tindakan terror di dunia adalah ulah dari teroris dunia yaitu Al-Qaeda, dengan perpanjangan tangannya yaitu Jamaah Islamiyah (diklaim sebagai jaringan teroris Asia Tenggara). Pasca terjadinya Bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, Amerika Serikat, Australia berlomba-lomba untuk memburu otak dari pelaku Bom Bali tersebut. Akibatnya, wilayah Asia tenggara khususnya Indonesia banyak didatangi oleh agen-agen Amerika Serikat hanya untuk memburu Jamaah Islamiyah.
Sebenarnya dibalik isu terorisme di Asia Tenggara Amerika memiliki kepentingan lain. Kebangkitan Cina dan kerisauan Amerika Serikat terhadap perubahan konstelasi politik dunia, merupakan hal utama yang menjadi tujuan utama Amerika Serikat meningkatkan hubungan dengan negara-negara di wilayah Asia dan Asia Tenggara khususnya. Amerika Serikat membutuhkan pangkalan militer yang berdekatan dengan wilayah Cina. Hal itu merupakan antisipasi Amerika Serikat terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi yang bisa mengancam keamanan negara Amerika Serikat dan mengganggu supremasi Amerika Serikat sebagai negara adikuasa di dunia.
Maka, untuk merealisasikan hal tersebut amerika membutuhkan sebuah batu loncatan untuk bisa menanamkan hagemoninya di wilayah Asia. Afghanistan telah di invasi dengan alasan sebagai markas Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden, Pakistan baru-baru ini (berita tanggal 13 April 2009) menyebutkan bahwa Pakistan merupakan negara yang memiliki jumlah terorisme terbanyak didunia dan Osama diduga berada di Pakistan, Indonesia dicap sebagai markas para pemimpin besar terorisme dan untuk menjaga keamanan internasional Amerika Serikat memiliki andil dalam pemberantasan terorisme di Indoneia lewat Detasemen Khusus Anti Teror milik POLRI.
Sebenarnya semua itu dilakukan karena ketakutan Amerika Serikat akan kekuatan baru yaitu Cina. Jadi Amerika Serikat harus mengontrol terus Cina dan persiapan untuk mendirikan pangkalan-pangkalan militer di daerah dekat Cina. Yaitu Afghanistan dan di Asia Tenggara.

DAFTAR PUSTAKA

Buku.
Fahrurodji, A. Rusia Baru Menuju Demokrasi : Pengantar Sejarah dan Latar Belakang Budayanya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 2005.

, Garis Besar Sejarah Amerika. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. 2004

Lesmana, Tjipta. Runtuhnya Kekuasaan Komunisme. Jakarta : Rika Press. 1992.

Luhulima, C.P.F. Eropa Sebagai Kekuatan Dunia : Lintasan Sejarah dan Tantangan Masa Depan. Jakarta : Gramedia. 1992.

Sukisman, W.D. Sejarah Cina Kontemporer Jilid 2. Jakarta : Pradnya Paramita. 1993.

Serge Schmemann. Revolusi Religi Rusia. Dalam National Geographic Indonesia. Edisi April 2009.

, , Negara dan Bangsa. Edisi Khusus: Kehidupan Pasca Komunis. Jakarta: PT Intermasa, 1993.

Artikel.
Cahya, Fisty Ichti. Runtuhnya Uni Soviet dan Pengaruhnya Terhadap Eksistensi Sosialisme Komunisme. Dalam www.indoskripsi/ugm/runtuhnya_uni_soviet/ diakses tanggal 12 April 2009

Sukma, Rizal. Dinamika politik Global, Keamanan Iternasional, dan Peran Indonesia. Jakarta : CSIS. Paper disampaikan pada Seminar "Memaknai Peranan Indonesia Sebagai Anggota Tidak Tetap DK-PBB" Deplu-RI, Jakarta, 30 Januari 2007. Yang diambil dari PDF.: http://www.deplu.go.id/download/dinamika.pdf.

Internet.

RRC Pasca Perang Dunia. Diakses dari http://smarttien.blogspot.com/2009/02/republik-rakyat-cina-pasca-perang-dunia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar