Kamis, 18 Agustus 2011

POLARISASI EROPA BARAT

POLARISASI EROPA BARAT : AMERIKA SERIKAT DAN PROSES REKONSTRUKSI EROPA

Pasca Perang Dunia II membawa akibat-akibat di bidang politik, ekonomi, sosial, dan kerohanian. Salah satu akibat politis dari PD II adalah munculnya dua negara adikuasa, yaitu Amerika Serikat dengan paham demokrasinya dan Uni Soviet dengan ideologi komunisnya. Keduanya tidak lagi bekerja sama, melainkan saling berebut pengaruh. Keduanya terlibat dalam perang propaganda hampir di seluruh dunia, selain untuk menyebarkan paham politik masing- masing juga untuk memblokir paham lawannya. Tiap pihak mempunyai anggapan bahwa paham yang mereka anut adalah yang paling pantas atau ideal di gunakan di dunia. Anggapan seperti ini yang menjadi dasar dari politik luar negeri kedua negara semasa Perang Dingin.
Keamanan nasional merupakan isu utama di awal Perang Dingin, baik bagi Amerika Serikat maupun Uni Soviet. Misalnya dikeluarkannya Doktrin Truman dan Rencana Marshall merupakan sikap pembendungan terhadap Uni Soviet. Sedangkan penggabungan angkatan bersenjata Republik Federal Jerman ke dalam (Bundeswehr) ke dalam NATO (5 Mei 1955) merupakan manifestasi ”penggulungan kembali” yang merupakan suatu kebijakan untuk membebaskan bangsa-bangsa Eropa Timur yang memerlukan kehadiran angkatan bersenjata Jerman Barat di dalam NATO. Selain itu mengenai mitos tentara Jerman yang memiliki peranan penting dalam ”penggulungan kembali”, menanggapi hal ini Uni Soviet membentuk Pakta Warsawa dan memasukkan tentara Jerman Timur ke dalamnya. Tidak hanya itu saja, dalam hal teknologi mereka pun saling berlomba untuk menjadi yang terdepan. Misalnya Uni Soviet pernah meledakkan bom hidrogen (1953) dan peluncuran Sputnik I (1957) yang sudah menjurus ke arah pengembangan peluru kendali nuklir jarak jauh. Selain itu adanya revolusi elektronik dan komputer memungkinkan pengembangan sistem penghantar yang akurat, misalnya munculnya peluru-peluru kendali nuklir.
Peranan Amerika Serikat dalam proses rekonstruksi rekonstruksi di Eropa terdapat dua kebijakan yaitu Doktrin Truman dan Marshall Plan.

1. Doktrin Truman
Terdapat pandangan umum di Amerika Serikat bahwa komunisme tumbuh dalam kekacauan dan kemiskinan. Berdasarkan hal itu, maka dipercayai bahwa cara untuk memblokir perkembangan komunis adalah dengan menyebarkan kestabilan dan kemakmuran. Seperti yang telah disebutkan di atas, pemerintah Amerika percaya bahwa bantuan keuangan akan membantu untuk memblokir komunis. Namun karena masyarakat Amerika tidak menginginkan pengeluaran uang yang besar, maka Truman harus meyakinkan mereka akan ancaman Uni Soviet. Bagi Truman, Yunani merupakan sarana yang tepat sebagai contoh tempat kekacauan. Inggris sendiri menyatakan bahwa mereka akan meninggalkan Yunani selambat–lambatnya bulan Maret 1947. Tahun 1947, pendukung komunis di Yunani dan Turki semakin kuat, sehingga sangat mengkhawatirkan Inggris dan Amerika. Dalam rapat antara pejabat Departemen Luar Negeri dengan para anggota Kongres, Wakil Menteri Luar Negeri, Dean Acheson, menyampaikan, bahwa apabila Yunani dan Turki jatuh ke tangan komunis, maka komunisme akan menjalar ke Iran dan bahkan sampai ke India. Untuk memperoleh dukungan dari Kongres, Truman menempatkan keadaan Yunani dalam konteks yang universal. Pada 12 Maret 1947, Presiden Harry S. Truman meminta persetujuan Kongres untuk memberikan dana kepada Yunani dan Turki sebesar 400 juta Dollar, guna menghancurkan komunis di kedua negara tersebut. Truman menyampaikan doktrinnya, yang kemudian dikenal sebagai The Truman Doctrin (Doktrin Truman), yang menjadi pedoman politik luar negeri Amerika Serikat untuk 40 tahun berikutnya. Inti doktrin ini adalah policy of containment ( containment = pembendungan) atau mengisolasi Uni Sovyet secara politik dan ideologi, dan AS akan menghadang komunisme di manapun di seluruh dunia.

2. Marshall Plan
Konflik ekonomi antara Amerika Serikat–Uni Soviet tampak jelas pada saat negara–negara Eropa berkumpul di Paris pada tanggal 27 Juni 1947 untuk merancang permohonan bantuan keuangan dari Amerika. Rencana ini sebenarnya diajukan oleh George Marshall, akan tetapi ia ingin Eropa berperan aktif dalam penyusunannya. Namun Rusia tidak menyetujuinya, dan kemudian merancang apa yang di namakan Molotov Plan, yaitu sebuah program pemulihan ekonomi untuk negara-negara satelitnya.
Pada bulan Juni 1947, Amerika Serikat menyusun Marshall Plan yang dirancang oleh Menteri Luar Negeri Amerika, George Marshall sebagai bagian dari kebijakan untuk membendung upaya Uni Sovyet dalam mempengaruhi negara-negara Eropa yang sedang dalam kesulitan finansial. Kongres Amerika menyetujui dana sebesar 12 milyar Dollar untuk program Mashall Plan, di mana dalam kenyataannya hanya dikucurkan kepada negara-negara Eropa Barat dan Yugoslavia, yang tidak ikut menjadi anggota Pakta Warsawa. Sedangkan negara-negara Eropa Timur lainnya yang berada di bawah kekuasaan Uni Sovyet tidak memperoleh, bahkan menolak dana dari Marshall Plan. Marshall Plan kemudian tidak terbatas kepada negara-negara Eropa, namun di seluruh dunia. Amerika memberikan dana kepada negara-negara yang menyatakan kesediaannya akan membasmi komunisme, termasuk kepada Pemerintah Indonesia.
Sebenarnya program Marshall Plan ini akan di berikan ke seluruh negara Eropa, tapi dengan mundurnya Uni Soviet dan negara-negara di bawah pengaruhnya, maka hanya 17 negara Eropa Barat yang menikmatinya yaitu Austria, Belgia, Denmark, Prancis, Yunani, Islandia, Irlandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Norwegia, Portugal, Swedia, Swiss, Turki, kerajaan Inggris, dan Jerman Barat. Salah satu tujuan Amerika memberikan dana ini sebenarnya juga untuk mengurangi pengaruh komunis pada orang-orang yang tidak bekerja dan miskin di Eropa setelah perang usai. Hasil dari Marshall Plan ini amat baik, rata-rata terjadi kenaikan gross national product sebanyak 15%-25%.
George C. Marshall, Sekretaris Negara AS, pada 1947 menawarkan program bantuan jangka panjang bagi negara-negara Eropa. Alasannya :
1. Eropa adalah pasar bagi produAmerika.
2. Amerika khawatir sosialisme dan kk omunisme akan tumbuh subur di Eropa.
3. Uni Sovyet mulai diidentifikasi sebagai rival Amerika Serikat
4. Jerman Barat, yang secara historis merupakan titik penting perekonomian Eropa, harus dibangun kembali untuk menghadang ekspansi Uni Soviet.


Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (bahasa Inggris: North Atlantic Treaty Organisation / NATO) adalah sebuah organisasi internasional untuk keamanan bersama yang didirikan pada tahun 1949, sebagai bentuk dukungan terhadap Persetujuan Atlantik Utara yang ditanda tangani di Washington, DC pada 4 April 1949. Nama resminya yang lain adalah dalam bahasa Perancis: l'Organisation du Traité de l'Atlantique Nord (OTAN).
Pasal utama persetujuan tersebut adalah Pasal V, yang berisi:
Para anggota setuju bahwa sebuah serangan bersenjata terhadap salah satu atau lebih dari mereka di Eropa maupun di Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota. Selanjutnya mereka setuju bahwa, jika serangan bersenjata seperti itu terjadi, setiap anggota, dalam menggunakan hak untuk mepertahankan diri secara pribadi maupun bersama-sama seperti yang tertuang dalam Pasal ke-51 dari Piagam PBB, akan membantu anggota yang diserang jika penggunaan kekuatan semacam itu, baik sendiri maupun bersama-sama, dirasakan perlu, termasuk penggunaan pasukan bersenjata, untuk mengembalikan dan menjaga keamanan wilayah Atlantik Utara.

Pasal ini diberlakukan agar jika sebuah anggota Pakta Warsawa melancarkan serangan terhadap para sekutu Eropa dari PBB, hal tersebut akan dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota (termasuk Amerika Serikat sendiri), yang mempunyai kekuatan militer terbesar dalam persekutuan tersebut dan dengan itu dapat memberikan aksi pembalasan yang paling besar. Tetapi kekhawatiran terhadap kemungkinan serangan dari Eropa Barat ternyata tidak menjadi kenyataan. Pasal tersebut baru mulai digunakan untuk pertama kalinya dalam sejarah pada 12 September 2001, sebagai tindak balas terhadap serangan teroris 11 September 2001 terhadap AS yang terjadi sehari sebelumnya. Adapun negara pendirinya antara lain: Bulgaria, Kanada, Denmark, Perancis, Islandia, Italia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Britania Raya, Amerika Serikat.

Negara Yang Bergabung Pada Masa Perang Dingin
 Yunani (1932)
 Turki (1952)
 Jerman (Pada masa Jerman Barat 1955)
 Spanyol (1982)

Negara Mantan Anggota Blok Timur Yang Bergabung pasca Perang Dingin

 Jerman Timur (1990)
 Republik Ceko (1999)
 Polandia (1999)
 Hungaria (1999)
 Bulgaria (2004)
 Estonia (2004)
 Lithuania (2004)
 Latvia (2004)
 Rumania (2004)
 Slovakia (2004)
 Slovenia (2004)


Perkembangan di Kawasan Eropa Menjelang Pertengahan 1980-an

1. Persaingan Amerika serikat dan Uni Soviet
Pada masa ini terjadinya persaingan yang ketat dari dua negara besar antara Amerika Serikat dan Uni Soviet baik dalam persaingan senjata mutakhir termasuk nuklir maupun dalam teknologi yang bersifat keilmuan.

2. Détente dan Pendekatan-pendekatan Bagi Pengurangan Senjata
Perundingan pembatasan senjata strategis mulai dalam bulan Desember 1969, ketika Uni Soviet telah mencapai apa yang oleh Amerika Serikat dianggap sebagai keseimbangan dan dengan demikian mencapai apa yang disebut dengan stabilitas strategi dalam beberapa persetujuan diantaranya Salt I (Juni 1979) yang berisi tentang pengurangan-pengurangan peluncuran senjata baik di Amerika Serikat maupun di Uni Soviet, namun hal ini hanya dilakukan sepihak saja yaitu di Uni Soviet..
Upaya pengurangan senjata juga dilakukan pada masa pemerintah Reagan dalam tahun 1982 (START). Tekanannya ialah pada pengurangan drastis dalam senjata nuklir, fase pertama, kedua belah pihak akan mengurangi peluncuran nuklir. Karena itu usul Amerika Serikat mempunyai kemungkinan keberhasilan yang rendah dan apabila Amerika Serikat tidak berhasil, maka akan lebih sulit bagi Eropa untuk terus mendukung pengurangan-pengurangan drastis yang tersirat dalam START.
Tiga hal senantiasa yang dikemukakan pihak barat tentang perundingan ini, bahwa:
• Baik bagi Amerika Serikat maupun bagi Eropa Barat, kaitan antara perundingan INF dan START tetap dipertahankan
• Keputusan Double Track tidak dapat dipisah-pisahkan
• Setiap peluncuran senjata secara unilateral oleh barat akan mengurangi insentif bagi Uni Soviet untuk menyetujui batas-batas yang ingin ditentukan.
Menurut Uni Soviet, Amerika Serikat seharusnya bersikap adil tidak hanya pengurangan persenjataan yang dimiliki oleh Uni Soviet saja melainkan juga harus ada pengurangan senjata terhadap Inggris dan Perancis juga.

3. Perkembangan di Eropa Barat
Perbedaan kepentingan antara Eropa Barat dengan Amerika Serikat dan antara Negara-negara Eropa Barat anggota NATO juga terlihat dalam pertahanan negaranya masing-masing. Banyak orang di Eropa Barat percaya bahwa senjata-senjata Amerika Serikat itu merupakan ancaman bagi Eropa demikian halnya dengan Uni Soviet. Kendatipun sikap ini tidak merupakan sikap mayoritas di Eropa Barat dewasa ini, akan tetapi ia menandakan berkembanganya keretakan yang cukup memprihatinkan dalam konsensus dasar NATO, yaitu proteksi militer Amerika Serikat terhadap Uni Soviet. Hal ini terlihat diberbagai bidang ekonomi dan idiologi.

4. Prospek Perkembangan Kawasan Eropa-Atlantik dalam 1980-an
Eropa Barat akan tetap melanjutkan usahanya untuk memodernisasi industrinya atas dasar teknologi elektronika mikro dan bioteknologi dengan lebih mengembangkan kemampuan industri yang efektif terhadap Amerika Serikat dan Jepang. Usaha ini akan terus mengimbangi ketergantungan yang cenderung membesar pada pasaran Eropa Timur. Khusunya mengenai perlombaan senjata mutakhir dapat dikatakan bahwa biaya penelitian dan pengembanagn senjata akan menyerap pada sebagian besar dari dana-dana pertahanan / keamanan di Amerika Serikat dan Uni Soviet, sehingga kebijakan ganda yang sudah dijalankan kedua Negara raksasa sejak permulaan dasawarsa 1970-an, yaitu perundingan-perundinagn pembatasan senjata sambil mengembangkan sistem-sistem persenjataan baru, akan terus bertahan.

Pendekatan Amerika Serikat Di Eropa Memasuki Dasawarsa 1990-An.
Sejak 1990-an masalah ketegangan antara Blok Barat dengan Blok Timur berkutat di seputar kemungkinan terjadinya perang nuklir. Hal itu disebabkan oleh terus meningkatnya jumlah peluru kendali jarak dekat,menengah dan jauh. Kecemasan dari penduduk dunia, terutama negara-negara maju di Eropa, telah mendorong kedua belah pihak untuk membahas pengawasan senjata nuklir.
Antara tahun 1985-1988, empat pertemuan KTT telah dilakukan untuk membahas tentang pembebasan benua Eropa dari senjata nuklir. Sejak saat itu, NATO dan Pakta Warsawa harus mengurangi persediaan rudal nuklirnya hingga 50%. Setelah pengurangan senjata ternyata keamanan dunia tidak sepenuhnya terjamin. Kemungkinan perang masih terbuka, mengingat kedua negara itu tetap memiliki alat pertahanan / keamanan yang kuat.
Disini terlihat bahwa pelaksanaan KTT tidak efektif. Itu karena pelaksanaannya itu dilatar belakangi masalah ekonomi. Anggaran militer akan semakin membesar apabila kekuatan militer membengkak.Di pihak NATO,masyarakat menginginkan pemerintah yang mereka dukung lebih memperioritaskan masalah ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Dengan berkurangnya anggaran pertahanan, uangnya bisa dialihkan ke bidang lain yang lebih bermanfaat.
Presiden Amerika Serikat pada saat itu George Herbert Bush (Bush Senior) menjelaskan sikap politik luar negeri AS, yaitu pengurangan senjata konvensional dan kimia,meredakan ketegangan regional, mengendalikan keagresifan satelit USSR,dan penolakan doktrin Brezhnev di Eropa Timur.

1 komentar: