Rabu, 15 Juli 2009

CINA TAHUN 1958-1965

CINA PADA TAHUN 1958-1965 : Lompatan Jauh Ke Depan, Politik Luar Negeri Cina dan Hubungan Cina Dengan Negara-Negara Lain (Uni Soviet, India, Jepang, Indonesia, Vietnam)

I. LONCATAN JAUH KE DEPAN

Januari 1958 Partai Komunis Cina mencetuskan gagasan suatu peningkatan ekonomi dengan slogan: “menyamai Inggris dalam produksi baja dalam waktu 15 tahun”. Juni 1958 menetapkan sasaran produksi sebesar 10,7 juta ton dengan melakukan dua tindakan dasar, yaitu:

1. Peningkatan kesadaran rakyat massa,

2. Pembangunan pabrik-pabrik baja dan tambang-tambang besi sebanyak-banyaknya.

Pada tanggal 17 Desember 1958 Komite Sentral Partai Komunis Cina menetapkan suatu resolusi, antara lain:

1. Meningkatkan pembangunan nasional di bidang industri dan pertanian, dengan memberi prioritas pada industri berat;

2. Melaksanakan Gerakan Loncatan Jauh Ke Depan di bidang industri, dengan industri baja sebagai prioritas pertama;

3. Menggunakan cara-cara modern maupun tradisional, yang ditujukan ke arah ”Berdiri di atas kaki sendiri”.

Berdasarkan petunjuk-petunjuk umum Komite Sentral Partai Komunis di atas, maka pemerintah RRC mengeluarkan instruksi yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Segenap rakyat Cina diserukan untuk menjalani kerja bakti di bidang perindustrian.

2. Membangun perindustrian lokal sebanyak-banyaknya.

3. Membangun waduk-waduk, pabrik pupuk, menciptakan sistem baru untuk mengolah tanah dan sistem manajemen yang lebih baik, dimana rakyat massa dikerahkan secara langsung.

Menjelang pertengahan 1959, Pemerintah RRC mengumumkan bahwa hasil produksi industrinya telah melampaui 50 %. Hal ini dapat dilihat dari besarnya volume ekspor RRC ke negara-negara Asia dan Afrika. Namun, lambat laun terjadi kegelisahan yang dimulai oleh rakyat lapisan bawah, yang kemudian meningkat sampai ke kalangan pimpinan Pemerintah dan Partai Komunis Cina, dengan kata lain tlah terjadi pelbagai keganjalan dalam produksi Komune Rakyat di Cina Selatan yang disebabkan oleh:

1. Terjadinya bencana banjir bulan Juni 1959 di propinsi-propinsi Cina Selatan.

2. Rencana pengerahan tenaga manusia dan modal investasi yang terlalu tinggi sehingga melampaui kemampuan.

Di dalam Cina sendiri, Menteri Prtahanan Marsekal Peng Te Huai, mengatakan bahwa sasaran yang direncanakan dalam Gerakan Loncatan Jauh Ke Depan dinilainya terlalu tergesa-gesa dan perlu ditinjau kembali karena program ini memang mengalami banyak kendala, antara lain:

1. Rakyat massa yang dikerahkan itu terlalu awam, sehingga kualitas dari produksinya juga rendah;

2. Penggunaan bahan bakar untuk memacu industri begitu besar jumlahnya, sehingga mengakibatkan kekurangannya bagi bidang-bidang lain;

3. Pengangkutan dan pengedaran hasil industri kurang terencana, sehingga terjadi beraneka macam kemacetan;

Rakyat massa yang dikerahkan secara total dalam kerja kasar yang meliputi guru dan sarjana mengakibatkan terbengkalainya bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

II. HUBUNGAN RRC DENGAN UNI-SOVIET

Perbedaan pandangan antara Mao Zedong dan Nikita Krushcev membuat hubungan kedua raksasa komunis ini menjadi tegang. Perbedaan politik yang dilakukan keduanya akan membuat keretakan dalam tubuh komunisme dunia.

Nikita Kruschev berpendapat bahwa :

1. Jika terjadi perang nuklir maka tidak ada pihak yang menang dan akan dunia akan mengalami kehancuran.

2. Perang nulir dan perang dunia bukannya sesuatu yang tidak dapat dihindarkan.

3. Kubu sosialis sudah cukup kuat untuk menangkal segala serangan. Namuntujuan mengkomuniskan dunia dapat dicapai tidak melalui perang melainkan saingan produksi.

Sebaliknya Mao Zedong berpendapat bahwa :

1. Cina tidak takut pada imperialisme yang memiliki senjata nuklir, mereka itu sesungguhnya hanya ”macan kertas”.

2. Perang dunia tidak dapat dielakkan, satu-satunya jalan menentang perang adalah dengan perang yaitu perang revolusi nasional.

3. Seandainya terjadi perang nuklir, maka Cina mungkin kehilangan setengah dari rakyatnya, manakala bangsa lain menjadi penuh.

Persengketaan kedua negara ini benar-benar mencolok, ketika terjadi peristiwa ”krisis kuba” pada Desember 1962. Puncak dari persengketaan kedua negara ini adalah sikap RRC yang tidak lagi mengakui Uni Soviet sebagai puncak pimpinan dari gerakan komunis internasional, dan pada akhirnya embuat kubu sosialis retak. Sebagian dari partai komunis di dunia berkiblat ke Moskow, sedangkan partai komunis di Asia Tenggara dan Amerika Latin berkiblat pada Beijing. Sedangkan Partai Komunis di Afrika dapat dikatakan 50% berpihak kepada Moskow dan 50% berpihak kepada Beijing. Karena itulah selanjutnya negara-negara berkembang menjadi rebutan diantara dua raksasa komunis tersebut.

III. POLITIK LUAR NEGERI RRC TERHADAP ASIA – AFRIKA

Sengketa RRC dengan Uni Soviet sangat mempengaruhi politik luar negeri RRC mengenai Asia – Afrika. Hal itu karena kedua belah pihak berusaha untuk menarik bangsa-bangsa di dua benua tersebut untuk menjadi penganut aliran politik m asing-masing negara tersebut. Dala perebutan pengaruh tersebut RRC lebih menekankan pada perjuangan nasional melawan imperialisme.

Atas dasar tersebut, maka pada tanggal 28 Maret 1961, Menteri Luar Negeri Chen YI mengadakan kujungan ke negara-negara pemrakarsa konferensi Asia – Afrika I, untuk mengemukakan gagasan RRC untuk menyelenggarakan konferensi Asia – Afrika II.

Berikut beberapa kunjungan yang dilakukan RRC dalam politik luar negerinya :

1. Februari 1963, RRC berperan banyak dalam konferensi solidaritas Asia – Afrika di Tanzania.

2. Maret 1963, RRC berhasil menandatangani perjanjian perbatasan dengan pakistan.

3. Desember 1963, perdana Menteri Zhou En Lai, memimpin suatu delegasi besar untuk keliling negara-negara Afrika.

IV. HUBUNGAN RRC DENGAN INDIA

Sejak tahun 1957 pasukan RRC dituduh melanggar garis perbatasan RRC-India di North-East Frantier Agency di daerah Ladakh yang berbatasan dengan Tibet. India melalui Perdana Menterinya, Nehru melakukan protes. Mereka menganggap Cina telah mengambil 50.000 mil persegi wilayah India. Namun Cina melalui Perdana Menterinya membela diri dengan menyebut bahwa peta RRC didasarkan pada data-data Cina kuno yang dinyatakan tetap berlaku dan juga berdasarkan kesepakatan Mc Mahon Line menurut ketentuan Konferensi Simla pada tahun 1914.

Pada tahun 1959, pemerintah RRC-India melakukan perundingan mengenai masalah perbatasan ini. Namun pada saat itu pula terjadi pergolakan di Tibet. Pergolakan ini disebabkan oleh pucuk pimpinan Tibet, Dalai Lama yang melarikan diri dan meminta suaka politik kepada pemerintah India. Hal itu dianggap oleh RRC sebagai tindakan tidak bersahabat dari pemerintah India dan merupakan penyimpangan terhadap prinsip Dasa Sila Bandung. terjadilah perang antara Tentara Pembebasan Rakyat Cina dan Pasukan India di Ladakh bagian Selatan (20 Oktober 1959).

V. HUBUNGAN RRC DENGAN JEPANG

P.M. Ishibashi sementara itu diganti oleh P.M. Nobusuke Kishi yang bersikap lebih dekat dengan USA. Diantara kedua negara ini tercipta perjanjian keamanan. RRC menilai bahwa dengan perjanjian tersebut Jepang akan dapat menjadi pangkalan senjata nuklir.

Kebetulan belum lama berselang di Nagasaki ada sebuah kapal berbendera RRC diserbu oleh kaum demonstran Jepang. Pemerintah RRC menuntut agar pemerintah Jepang mengirim delegasi ke Beijing untuk mengajukan permintaan maaf, akan tetapi karena Jepang tidak memenuhi tuntutan RRC, maka RRC membekukan hubungan dagangnya dengan Jepang.

VI. HUBUNGAN RRC DENGAN INDONESIA

RRC yang pada saat konferensi Asia – Afrika merupakan sahabat baik Indonesia, setelah RRC mengumumkan kepada penduduk Cina di Indonesia untuk menyumbangkan keterampilannya kepada ”negara leluhur” maka hubungan itu menjadi kurang baik. Itu karena seruan itu tanpa membedakan antara penduduk Cina yang sudah menjadi WNI atau masih berstatus Warga Negara RRC, maka pemerintah Indonesia meminta kepada RRC untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.

Maka untuk mendukung keputusan itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan bahwa orang asing dilarang melakukan usaha dagang kecil dan eceran di luar ibukota provinsi dan kabupaten. Maka RRC mengajukan protes tetapi diabaikan oleh pemerintah Indonesia dengan alasan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia. RRC tidak terima dengan alasan Indonesia, maka perwakilan diplomatik Cina mendesak warganya untuk melawan pemerintah Indonesia dan PKI mendukung hal itu, maka terjadilah rasialis-Cina di daerah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Maka lewat siaran radio, pemerintah Cina menghimbau kepada seluruh Cina Perantauan agar kembali ke negara leluhur mereka.

Pada tahun 1965 terjadi Peristiwa 30 September, yaitu usaha perebutan kekuasaan yang diindikasikan dilakukan oleh PKI. Pada saat itu seolah-olah gelombang komunisme di Asia Tenggara tidak dapat dibendung lagi, tetapi Angkatan Bersenjata Indonesia dibawah pimpinan Jenderal Soeharto berhasil menghentikan usaha itu. Karena hal ini juga, Presiden Soekarno digeser dari kursi jabatan dan digantikan oleh Jenderal Soeharto. Setelah Soeharto berkuasa maka hubungan diplomatik Indonesia dengan RRC dibekukan.

VII. HUBUNGAN RRC DENGAN VIETNAM

Hubungan RRC dengan Vietnam memiliki arti khusus dalam sejarah Cina yaitu karena kedua negara itu mempunyai garis perbatasan yang sama pada bagian wilayah masing-masing. Disamping itu, pada masa yang lalu Vietnam pernah berkedudukan sebagai ”negara upeti” dari Kerajaan Cina. Setelah tahun 1873 kekuasaan Cina atas Vietnam runtuh karena direbut oleh Perancis. Ketika Partai Buruh Vietnam, Ho Chi Minh mulai mengorbarkan perjuangan melawan kolonialisme Perancis di Vietnam, maka Partai Nasionalis Cina menjadi tulang punggungnya.

Ketua Partai Komunis Cina, yang pada saat itu juga menjabat sebagai Presiden RRC, menyatakan bahwa wilayah kekuasaannya disediakan sebagai ”pangkalan belakang” bagi perang kemerdekaan Vietnam. Pada tahun 1950 Ho Chi Minh menandatangani perjanjian bantuan militer dengan Cina. Bantuan RRC kepada Vietnam lambat laun dirasakan sebagain usahan untuk menguasainya kembali Vietnam. Pada tahun 1964, ketika Berzhnev menjadi presiden Uni-Soviet, maka sentimen anti-Cina semakin menjadi-jadi, dan diadakan kampanye anti-Cina di Vietnam.

VIII. KAITAN POLITK LUAR NEGERI RRC DENGAN PERANG RAKYAT

Setelah terjadinya keretakan di kubu sosialis, maka RRC berusaha keras untuk memperkokoh kekuatannya di dalam negeri, dan di lain pihak menjalankan politik luar negeri yang berasaskan prinsip membela bangsa-bangsa tertindas. Rencana penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika II adalah salah satu bentuk dari usaha RRC tersebut. Makalah Menteri pertahanan Lin Biao yang disajikan dalam rangka menyambut HUT 20 kemenangan perang rakyat melawan Jepang berisi tentang usaha-usaha politik luar negeri Cina yang menggebu-gebu. Menurutnya revolusi Cina adalah kelanjutan dari revolusi Oktober 1917. Hanya saja Revolusi Cina itu memiliki ciri yaitu diawali dari desa mengepung kota. Menurut Lin Biao strategi revolusi Cina apabila diterapkan secara global akan berbentuki sebagai berikut:

1. Amerika utara dan eropa Barat dapat disebut “kota-kota dari dunia”

2. Asia Afrika dan Amerika Altin merupakan “daerah pedesaan dari dunia”

3. Sejak berakhirnya perang dunia II gerakan revolusi rakyat-rakyat di Asia, Afrika dan Amerika Latin berkembang dengan dahsyatnya

4. Pada hakikatnya revolusi dunia yang sedang berkembang juga menggambarkan pengepungan daerah pedesaan terhadap daerah perkotaan; dan akhirnya nasib dari revolusi dunia tergantung dari rakyat-rakyat Asia, Afrika dan Amerika Latin, yang menduduki bagian terbesar dari umat manusia.

Berdasarkan pengamatan tersebut diatas, maka Lin Biao beranggapan bahwa negara-negara sosialis harus memikul kewajiban internasional untuk mendukung perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Asia, Afrika dan Amerika Latin.

IX. DAFTAR PUSTAKA

- Horst, D. Van Der, Geischiedenis Van China. Yogyakarta :

- Sukisman, W.D. Sejarah Cina Kontemporer (Dari Revolusi Nasional Melalui Relevansi Kebudayaan Sampai Modernisasi Sosialis). Jakarta : Pradnya Paramita. 1993.

- http://id.wikipedia.org/wiki/Lompatan_Jauh_ke_Depan"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar